Kamis, 11 November 2010

perbedaan dan pola pikir manusia

Manusia sebagai makhluk yang berpikir dibekali rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu inilah yang mendorong untuk mengenal, memahami dan menjelaskan gejala-gejala alam, serta berusaha untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dan dorongan rasa ingin tahu dan usaha untuk memahami dan memecahkan masalah menyebabkan manusia dapat mengumpulkan pengetahuan.

Pengetahuan yang diperoleh mula-mula terbatas pada hasil pengamatan terhadap gejala alam yang ada, kemudian semakin bertambah dengan pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemikirannya. Selanjutnya dan peningkatan kemampuan daya pikirnya, manusia mampu melakukan eksperimen untuk membuktikan dan mencari kebenaran dari suatu pengetahuan. Dari hasil, pengolahan data yang diperoleh melalui eksperimen ini kemudian dapat diperoleh pengetahuan yang baru. Setelah manusia mampu memadukan kemampuan penalaran dengan eksperimentasi ini lahirlah Ilmu Pengetahuan Alam yang mantap.

Jadi Perkembangan alam pikiran manusia sampai dengan kelahiran Ilmu Pengetahuan Alam sebagai ilmu yang mantap melalui 4 tahap, yaitu tahap mitos, tahap penalaran, tahap pengalaman dari percobaan, dan akhirnya tahap metode keilmuan. ....>>

1. Perkembangan Alam Pikiran
Manusia sebagai makhluk mempunyai ciri-ciri:
• a. Memiliki organ tubuh yang kompleks dan sangat khusus terutama otaknya.
• b. Mengadakan pertukaran zat, yakni adanya zat yang masuk dan keluar.
• c. Memberikan tanggapan terhadap rangsangan dan dalam dan dan
• d. Memiliki potensi berkembang biak.
• e. Tumbuh dan bergerak
• f. Berinteraksi dengan lingkungannya.
• g. Mati
Manusia sebagai makhluk berpikir dibekali hasrat ingin tahu tentang benda dari peristiwa yang terjadi di sekitarnya termasuk juga ingin tahu tentang dirinya sendiri. Rasa ingin tahu inilah mendorong manusia untuk memahami dan menjelaskan gejala-gejala alam, baik alam besar (makrokosmos) maupun alam kecil (mikrokosmos), serta berusaha memecahkan masalah yang dihadapi

Pengetahuan yang diperoleh ini akhirnya tidak hanya terbatas pada objek yang dapat diamati dengan panca indera saja, tetapi juga masalah-masalah lain, misalnya yang berhubungan dengan baik atau buruk, indah atau tidak indah. Kalau suatu masalah dapat dipecahkan, timbul masalah lain menunggu pemecahannya manusia bertanya terus

setelah tahu apa-nya, mereka ingin tahu bagaimana dan mengapa. Manusia mampu menggunakan pengetahuannya yang terdahulu untuk dikombinasikan dengan pengetahuannya yang baru menjadi pengetahuan yang lebih baru. Hal demikian telah berlangsung berabad-abad, sehingga terjadi penumpukan pengetahuan.

Rasa ingin tahu yang terus berkembang dan seolah-olah tanpa batas itu menimbulkan perbendaharaan pengetahuan pada manusia. Hal ini tidak saja meliputi pengetahuan tentang kebutuhan praktis untuk hidupqya sehari-hari, seperti bercocok tanam atau membuat panah atau lembing yang lebih efektif untuk berburu, tetapi juga berkembang sampai kepada hal-hal yang menyangkut keindahan atau seni.

Rasa ingin tahu yang terdapat pada manusia ini menyebabkan pengetahuan mereka menjadi berkembang. Setiap hari mereka berhubungan dan mengamati benda-benda dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam sekitarnya. Pengamatan-pengamatan yang ditangkap melalui panca inderanya merupakan objek rasa ingin tahunya. Manusia tidak akan merasa puas jika belum memperoleh jawaban mengenai hal-hal yang diamatinya. Mereka berusaha mencari jawabannya dan untuk itu mereka harus berpikir. Rasa ingin tahunya terus berlanjut. Bukan hanya adanya saja yang ingin diketahui jawabannya, tetapi juga jawaban dan bagamana dan kemudian berlanjut mengapa tentang hal-hal yang bersangkutan dengan benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang diamatinya.
Rasa ingin tahu semacam itu tidak dimiliki oleh hewan. Rasa ingin tahu pada hewan terbatas pada rasa ingin tahu yang tetap, yang tidak berubah dari zaman ke zaman. Hewan bergerak dari suatu tempat ke tempat lain terutama didorong oleh rasa ingin tahu-nya yang bersangkutan erat dengan nalurinya saja. Mereka hanya sekadar ingin tahu, apakah di tempat lain terdapat makanan, atau mungkin juga apakah di tempat lain aman dan bahaya yang mengancam dirinya dan anak-anaknya atau tidak. Hewan memerlukan tempat tinggal (sarang) yang dapat melindungi diri dari tempat berkembang biak, membesarkan anak-anaknya. Berbeda dengan manusia, pengetahuan hewan mengenai makanan atau tempat tinggal (sarang) sepanjang zaman selalu tetap.

2. Mitos, Penalaran, dan berbagai cara memperoleh pengalaman
Perkembangan selanjutnya adalah memenuhi kebutuhan nonfisik atau kebutuhan pikirannya, jadi tidak semata-mata untuk memeuhi kebñtuhan fisiknya. Rasa ingin tahu manusia ternyata tidak dapat terpuaskan atas dasar pengamatan maupun pengalamannya saja untuk memuaskan alam pikirannya. Manusia mereka-reka sendiri jawabannya, sebagai contoh: Mengapa gunung nieletus? Karena tak tahu jawabannya maka mereka-reka sendiri dengan jawaban, “yang berkuasa dan gunung itu sedang marah.” Maka muncul pengetahuan baru yang disebut yang berkuasa. Dengan menggunakan jalan pikiran yang sama muncullah anggapan adanya pohon yang besar, matahari, bulan, kilat, atau adanya raksasa yang menelan bulan pada saat gerhana bulan. Pengetahuan-pengetahuan baru yang bermunculan dan merupakan gabungan dan pengalaman dari kepercayaan kita sebut mitos. Adapun cerita yang berdasarkan mitos ini disebut legenda.

Mitos itu timbul disebabkan antara lain keterbatasan alat indera manusia misalnya:
1) Alat Penglihatan
• Banyak benda yang bergerak begitu cepat sehingga tak tampak jelas oleh mata. Mata tak dapat membedakan benda-benda. Demikian juga jika benda yang dilihat terlalu jauh, maka mata tak mampu melihatnya. -
2) Alat Pendengaran
• Pendengaran manusia terbatas pada getaran yang mempunyai frekuensi dan 30 sampai 30.000 per detik. Getaran di bawah tiga puluh atau di atas tiga puluh ribu per detik tak terdengar.
3) Alat Pencium dan Pengecap
• Bau dan rasa tidak dapat memastikan benda yang dikecap maupun diciumnya. Manusia hanya bisa membedakan 4 jenis rasa, yaitu manis, masam, asin, dan pahit. Bau seperti parfum dan bau-bauan yang lain dapat dikenal oleh hidung kita bila konsentrasinya di udara lebih dan sepersepuluh juta bagian. Melalui bau, manusia dapat membedakan satu benda dengan benda yang lain namun tidak semua orang bisa melakukannya.
4) Alat Perasa
• Alat perasa pada kulit manusia dapat membedakan panas atau dingin, namun sangat relatif sehingga tidak bisa dipakai sebagai alat observasi yang tepat.

Alat-alat indera tersebut di atas sangat berbeda-beda, di antara manusia, ada yang sangat tajam penglihatannya, ada yang tidak. Demikian juga ada yang tajam penciumannya, ada yang lemah. Akibat dari keterbatasan alat indera kita maka mungkin timbul salah informasi, salah tafsir, dan salah pemikiran. Untuk meningkatkan kecepatan dan ketetapan alat indera tersebut dapat juga orang dilatih untuk itu, namun tetap sangat terbatas. Usaha usaha lain adalah penciptaan alat, meskipun alat yang diciptakan ini masih menimbulkan kesalahan. Pengulangan pengamatan dengan berbagai cara dapat mengurangi kesalahan pengamatan tersebut. Jadi, mitos itu dapat diterima oleh masyarakat pada masa itu karena :
a) Keterbatasan pengetahuan yang disebabkan keterbatasan penginderaan baik langsung maupun dengan alat.
b) Keterbatásan penalaran rnanusia pada masa itu.
c) Hasrat ingin tahunya terpenuhi.

menurut Auguste Comte (1798-1857 M), dalam sejarah perkembangan jiwa manusia, baik sebagai individu maupun sebagai keseluruhan, berlangsung dalam tiga tahap:
1. Tahap teologi atau fiktif
2. Tahap filsafat atau metafisik atau abstrak
3. Tahap positif atau ilmiah’riil.
Pada tahap teologi atau fiktif, manusia beruaha untuk mencari dan menemukan sebab yang pertama dan tujuan yang terakhir dari segala sesuatu, dan selalu dihubungkan dengan kekuatan. Gejala alam yang menarik perhatiannya selalu diletakkan dalam kaitannya dengan sumber yang mutlak. Mempunyai anggapan bahwa setiap gejala dan peristiwa dikuasai dan diatur oleh para dewa atau kekuatan gaib lainnya.

Tahap metafisika atau abstrak merupakan tahap di mana manusia masih tetap mencari sebab utama dan tujuan akhir, tetapi manusia tidak lagi menyadarkan diri kepada kepercayaan akan adanya kuatan gaib, melainkan kepada akalnya sendiri, akal yang telah mampu melakukan abstraksi guna menemukan hakikat segala sesuatu.

Tahap positif atau riil merupakan tahap di mana manusia telah mampu berpikir secara positif atau riil, atas dasar pengetahuan yang telah dicapainya yang dikemukakan secara positif melalui pengamatan, percobaan, dan perbandingan.

kembali pada tahun teologi atäu fiktif, bahwa manusia menciptakan mitos untuk memahami gejala alam yang ada di sekitarnya. Mitos adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman dan pemikiran sederhana serta dikaitkan dengan kepercayaan akan adanya kekuatan gaib.

Berpikir adalah suatu kegiatan untuk rnemperoleh/menemukan pengetahuan yang benar. Proses berpikir dalam, menarik kesimpulan berpengetahuan yang benar disebut penalaran. Pengetahuan yang dihasilkan penalaran ini merupakan hasil kegiatan berpikir, bukanlah hasil perasaan. Perlu kita sadari bahwa tidak semua kegiatan berpikir merupakan penalaran. Penalaran merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai - ciri-ciri tertentu, yakni logis dan analistis. Berdasarkan kriteria ini, maka tidak semua kegiatan berpikir merupakan berpikir loggis dan analistis.

Cara berpikir semacam ini ialah cara berpikir yang tidak bersifat logis dan analistis bukan merupakan penalaran. terdapat berbagai cara untuk memperoleh kesimpulan atau pengetahuan yang tidak berdasarkan penalaran, di antaranya ialah :
1. Pengambilan kesimpulan berdasarkan perasaan. Merasa, merupakan suatu cara menarik kesimpulan yang tidak berdasarkan penalaran.
2. Intuisi merupakan kegiatan berpikir yang tidak analistis, tidak berdasarkan pada pola berpikir tertentu. Pendapat yang berdasarkan intuisi timbul dari pengetahuan-pengetahuan yang terdahulu melalui suatu proses berpikir yang tidak disadari. diolah pendapat itu muncul begitu saja tanpa dipikir.
3. Wahyu. Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan lewat Nabi yang diutus-Nya. Dengan wahyu, manusia memperoleb pengetahuan dengan keyakinan (kepercayaan) bahwa yang diwahyukan tersebut benar.
4. Trial and error. Trial and error adalah suatu cara untuk memperoleh pengetahuan secara coba-coba atau untung-untungan. Mulai zaman purba sampai sekarang banyak manusia yang dalam usaha memperoleh pengetahuan mengggunakan cara ini Proses untuk rnemperoleh pengetahuan dengan cara coba-coba memakan waktu yang lama, hingga cara ini merupakan cara yang tidak efisien bila digunakan untuk mencari kebenaran.

Sumber : http://bumikupijak.com/article/knowledge/pola-pikir-manusia-pada-mitos.html




keanehan pola pikir manusia jaman sekarang

Sesungguhnya keajaiban manusia di akhir
zaman ini sangat banyak dan nyata sekali. Terkadang kita kurang jeli
memperhatikannya sehingga terlihat dunia ini berjalan baik-baik saja.
Namun, bila kita cermati dengan baik, kita akan menemukan segudang
keajaiban dan keanehan dalam kehidupan manusia akhir zaman dan hampir
dalam semua lini kehidupan. Keajaiban yang kita maksudkan di sini bukan
terkait dengan persitiwa alam seperti gempa bumi, tsunami dan
sebagainya, atau kejadian yang aneh-aneh lainnya, melainkan pola fikir
manusia yang paradoks yang berkembang biak di akhir zaman ini.

Berikut
ini adalah sebagian kecil dari berfikir paradoks yang berkembang
akhir-akhir ini dalam masyarakat luas. Lebih ajaib lagi, berfikir
paradoks tersebut malah dimiliki pula oleh sebagian umat Islam dan para
tokoh mereka.

Di antaranya :

Bila seorang pengusaha atau
pejabat tinggi melakukan korupsi milyaran dan bahkan triliunan rupiah,
maka aparat penegak hukum dengan mudah mengatakan tidak ada bukti untuk
menahan dan mengadilinya.

Namun, bila yang mencuri itu seorang
nenek atau masyarakat bawah (lemah), dengan mudah dapat ditangkap,
disidangkan dan diputuskan hukuman penjara, kendati mereka mengambil
hanya satu buah semangka atau tiga buah kakau, mungkin saja karena
lapar.

Bila ada orang atau kelompok dengan nyata-nyata merusak
dan melecehkan ajaran Islam yang sangat fundamental, seperti Tuhan,
Kitab Suci dan Rasulnya, di negeri-negeri Islam, maka orang dengan
gampang mengatakan yang demikian itu adalah kebebasan berpendapat,
berekspresi dan menafsirkan agama.

Namun, bila ada khatib,
ustazd atau masyarakat Muslim mengajak jamaah dan umat Islam untuk
konsiten dengan ajaran agamanya, maka orang dengan mudah menuduhnya
sebabai khatib, penceramah atau ustazd yang keras dan tidak bisa
berdakwah dengan hikmah, bahkan perlu dicurigai sebagai calon teroris.

Apa
saja yang dituliskan dalam koran, dengan mudah orang mempercayainya,
kendati itu hanya tulisan manusia dan belum teruji kebenarannya.
Membaca dan mempelajarinya dianggap lambang kemajuan.

Akan
tetapi, apa yang tercantum dalam Al-Qur’an belum tentu dipercayai dan
diyakini kebenarannya, kendati mengaku sebagai Muslim. Padahal
Al-Qur’an itu Kalamullah (Ucapan Allah) yang mustahil berbohong.
Kebenarannya sudah teruji sepnajang masa dari berbagai sisi ilmu
pengetahuan. Akhir-akhir ini muncul anggapan mengajarkan Al-Qur’an bisa
mengajarkan paham terorisme.

Tidak sedikit manusia, termasuk
yang mengaku Muslim yakin dan bangga dengan sistem hidup ciptaan
manusia (jahiliyah), kendati sistem yang mereka yakini dan banggakan
itu menyebabkan hidup mereka kacau dan mereka selalu menghadapai
berbagai kezaliman dan ketidak adilan dari para penguasa negeri mereka.
Mereka masih saja mengklaim : inilah jalan hidup yang sesuai dengan
akhir zaman.

Namun, bila ada yang mengajak dan menyeru untuk
kembali kepada hukum Islam, maka orang akan menuduh ajakan dan seruan
itu akan membawa kepada keterbelakangan, kekerasan dan terorisme,
padahal mereka tahu bahwa Islam itu diciptakan oleh Tuhan Pencipta
mereka (Allah) untuk keselamatan dunia dan akhirat dan Allah itu
mustahil keliru dan menzalimi hamba-Nya.

Ketika seorang Yahudi atau agama lain memanjangkan jenggotnya, orang akan mengatakan dia sedang menjalankan ajaran agamanya.

Namun,
saat seorang Muslim memelihara jenggotnya, dengan mudah orang
menuduhnya fundamentalis atau teroris yang selalu harus dicurigai,
khususnya saat masuk ke tempat-tempat umum seperti hotel dan sebagainya.

Ketika
seorang Biarawati memakai pakaian yang menutup kepala dan tubuhnya
dengan rapih, orang akan mengatakan bahwa sang Biarawati telah
menghadiahkan dirinya untuk Tuhan-nya.

Namun, bila wanita
Muslimah menutup auratnya dengan jilbab atau hijab, maka orang akan
menuduh mereka terbelakang dan tidak sesuai dengan zaman, padahal
mereka yang menuduh itu, para penganut paham demokrasi, yang katanya
setiap orang bebas menjalankan keyakinan masing-masing.

Bila
wanita Barat tinggal di rumah dan tidak bekerja di luar karena menjaga,
merawat rumah dan mendidik anaknya, maka orang akan memujinya karena ia
rela berkorban dan tidak bekerja di luar rumah demi kepentingan rumah
tangga dan keluarganya.

Namun, bila wanita Muslimah tingal di
rumah menjaga harta suami, merawat dan mendidik anaknya, maka orang
akan menuduhnya terjajah dan harus dimerdekakan dari dominasi kaum pria
atau apa yang sering mereka katakan dengan kesetaraan gender.

Setiap
mahasiswi Barat bebas ke kampus dengan berbagai atribut hiasan dan
pakaian yang disukainya, dengan alasan itu adalah hak asasi mereka dan
kemerdekaan mengekpresikan diri.

Namun, bila wanita Muslimah ke
kampus atau ke tempat kerja dengan memakai pakaian Islaminya, maka
orang akan menuduhnya eksklusif dan berfikiran sempit tidak sesuai
dengan peraturan dan paradigma kampus atau tempat kerja mereka.

Bila
anak-anak mereka sibuk dengan berbagai macam mainan yang mereka
ciptakan, mereka akan mengatakan ini adalah pembinaan bakat, kecerdasan
dan kreativitas sang anak.

Namun, bila anak Muslim dibiasakan
mengikuti pendidikan praktis agamanya, maka orang akan mengatakan bahwa
pola pendidikan seperti itu tidak punya harapan dan masa depan.

Ketika
Yahudi atau Nasrani membunuh seseorang, atau melakukan agresi ke negeri
Islam khususnya di Paestina, Afghanistan, Irak dan sebagainya, tidak
ada yang mengaitkannya dengan agama mereka. Bahkan mereka mengakatakan
itu adalah hak mereka dan demi menyelamatkan masyarakat Muslim di sana.

Akan
tetapi, bila kaum Muslim melawan agresi Yahudi atas Palestina, atau
Amerika Kristen di Irak dan Afghanistan, mereka pasti mengaitkannya
dengan Islam dan menuduh kaum Muslim tersebut sebagai pemberontak dan
teroris .

Bila seseorang mengorbankan dirinya untuk
menyelamatkan orang lain, maka semua orang akan memujinya dan berhak
mendapatkan penghormatan.

Namun, bila orang Palestina melakukan
hal yang sama untuk menyelamatkan anaknya, saudaranya atau orang tuanya
dari penculikan dan pembantaian tentara Israel, atau menyelamatkan
rumahnya dari kehancuran serangan roket-roket Israel, atau
memperjuangkan masjid dan kitab sucinya dari penodaan pasukan Yahudi,
orang akan menuduhnya TERORIS. Kenapa? Karena dia adalah seorang Muslim.

Bila
anak-anak Yahudi diajarkan perang dan senjata otomatis untuk membunuh
kaum Muslimin Palestina, maka orang akan menegatakan bahwa apa yang
mereka lakukan itu adalah upaya membela diri kendati mereka adalah
agresor.

Namun, bila anak Palestina belajar melemparkan batu
menghadapi prajurit Yahudi yang dilengakapi dengan tank dan senjata
canggih lainhya saat menghancurkan rumah, masjid dan kampung mereka,
maka orang akan menuduh mereka sebagai pelaku kejahatan yang pantas
ditangkap, dipatahkan tangannya dan dipenjarakan belasan tahun.


Sumber : http://murtadinkafirun.forumotion.net/filsafat-hidup-f15/keanehan-pola-pikir-manusia-jaman-sekarang-ini-t6236.htm



Perkembangan Pola Pikir Manusia
Munculnya ilmu pengetahuan adalah karena karakter unik yang dimiliki oleh manusia yaitu hasrat/keinginan untuk mengetahui. Manusia mempuyai rasa ingin tahu terhadap benda-benda di sekelilingnya, alam sekitar, matahari, bulan, tanaman, hewan dan semua makhluk hidup yang lainya. Tidak sampai di sini, manusia juga mempunyai hasrat untuk mengetahui tentang hakikat dirinya sendiri (antroposentris).
Rasa ingin tahu ini tidak dimiliki oleh makhluk lain, sebagaimana tanah, batu, angin, air. Bisa saja mereka dikatakan melakukan gerakan, namun gerakan itu hanya terbatas karena pengaruh ilmiah yang bersifat kekal. Bagaimana tentang binatang atau tumbuhan? Sebatang pohon menunjukkan aktivitas pertumbuhan atau gerakan, namun gerakan itu hanya untuk mempertahankan kelestaria hidupnya yang bersifat tetap. Akar bergerak mencari sumber makanan dan air, daun bergerak menuju arah cahaya. Tentu saja kecenderungan itu berlangsung sepanjang zaman. Bintang seperti ikan, burung, harimau dan binatang lain yang mempunyai tingkat eksplorasi yang lebih tinggi dari tumbuhan misalnya, mereka semua melakukan aktivitas. Namun tentu saja hanya terbatas bertujuan untuk mencari sumber makanan, menghindari sumber bahaya atau untuk melestarikan kehidupanya. Hal semacam itu bisa dikategorikan kepada pengetahuan, namun pengetahuan itu tidak akan bisa berkembang. Dengan kata lain tidak berubah dari zaman ke zaman. Rasa ingin tahu seperti itu oleh Asimov (1972) disebut dengan instink atau idle curiousity. Kemampuan ini hanya bekerja untuk tiga hal, mencari makan, melindungi diri, dan berkembang biak.
Begitu juga dengan manusia yang jelas-jelas dalam Al-Quran diamanahi sebgai khalifah di bumi ini, tentu hal ini menimbulkan konseuensi, yaitu keutamaan manusia dari makhluk yang lainya.Yang membedakanya dari makhluk lain adalah bahwa curiousity manusia selalu berkembang. Setelah menemukan tentan apa-nya, mereka juga ingin tahu tentang bagaimana dan mengapa.
Kemampuan manusia untuk mengkombinsikan daya pikirnya yang telah di dapat sebelumnya dengan pengetahuan baru ini akan membuat manusia semakin memperkaya diri dengan perbendaharaan pengetahuan. Sekedar contoh, manusia purba dahulu yang hanya bertempat tingagal di gua-gua, dengan akumulasi pengetahuanya berhasil menciptakan inovasi bagi kenyamanan dirinya. Mereka telah berhasil menciptakan rumah-rumah di atas pohon. Bahkan sekarang telah berhasil menciptakan gedung-gedung pencakar langit yang begitu menjulang. Apakah kita pernah menemukan ada seekor haimau yang hidup di dalam apartemen mewah yang indah sebagaimana manusia?
Rasa ingin tahu ini masih saja berkembang sampai sekarang, bahkan tidak hanya terbatas pada kebutuhan-kebutuhan yang bersifat praktis belaka, namun sudah sampai ke dalam tingkat hal-hal yang lebih efektif yaitu mendayagunakan seluruh alam ini, bahkan sampai kepada hal-hal yang menyangkut keindahan.
Manusia sebagai makhluk mempunyai ciri-ciri diantaranya:
1. Memiliki organ tubuh yang kompleks dan unik terutama otak
2. Adanya petukaran dzat
3. Respon terhadap rangasangan dari luar dan dalam tubuh
4. Potensi untuk berkembang biak
5. Tumbuh dan bergerak
6. Berintegrasi dengan lingkungan
7. Mati.
Maka, inilah yang menjadi alat vital bagi kelestarian peradaban manusia, yaitu mempunyai daya pikir yang lebih kuat dari daya fisik manusia sendiri. Berbeda dengan makhluk yang lain berfisik kuat, namun daya pikirnya lemah.
Dari dorongan untuk memcahkan masalah yang dihadapinya, manusia belajar untuk menciptakan solusi-solusi yang akhirnya berkumpul menjadi kumpulan pengetahuan. Hal ini tidak hanya pada alam sekitar, namun juga pada dirinya sendiri. Manusia pada intinya dapat mengamati fenomena alam sekitar yang berskala besar (makrokosmos) maupun kecil (mikrokosmos).
Berlangsungnya perkembangan pengetahuan tersebut lebih mendapatkan momentumnya karena ditunjang akan kemampuan bertukar informas idengan melakukan aktivitas komunikasi dengan sesama. Begitu juga hal ini didukung oleh sifat manusia yang ingin maju, tidak pernah puas, dan tentu sifat untuk semakin memperbaiki diri.
Mitos, penalaran, dan berbagai cara unntuk memperoleh pengetahuan
Perkembangan yang begitu kentara dari manusia adalah adanya rasa ingin tahu tentang kebutuhan yang bersifat non-fisik, tidak hanya kebutuhan yang dihasilkan dari pengamatan inderawi. Manusia selalu bertnaya pada hal yang bisa memuaskan alam pikiranya. Untuk hal itu mereka selalu mereka-reka sendiri jawaban dari segala pertanyaanya. “apakah pelangi itu?”, tentu itu adalah pertanyaan yang sangat berat bagi merke dahulu. Dengan segala kemampuanya mereka mejawab bahwa pelangi itu adalah selendang bidafdari. Dari sini mereke mendapat pengertahuan baru yaitu adanya bidadari. Contoh lain mengapa gunung ,meletus?, jawaban dari fenomena out adalah karena yang menunggu gunung itu sedang arah. Dapat lagi satu pengetahuan baru yaitu yang berkuasa. Dengan cara yang sama muncullah pengetahuan serupa yang biasa kita sebut sebgai mitaos.
Mitos sendiri meruplan batu loncatan manusia untuk mengenal alam yang non-pragmatis dari alam ini. Mitops disebabkaan oleh keterbatasanindera manusia, seperti:
1. alat penglihatan
2. alat pendengaran
3. alat pencium/pengecap
4. a;lat perasa
Kemampuan indera manusia berbeda dari satu dengan yang lainya. Ada yang berkamampuan tajam ada juga yan lemah penglihatanya, penciumanya, atau ibndera yang l;ain. Akibat keterabtasan ini maka mngkin saja akan timbul salah tafsir, informasi dan mungkin juga salah emikiran. Usaha-usah yang telah dilakukanmanusia adalah dengan menciptakan alat-alata yang dapat mambatnu dalam mengamti fenomena lam aini, sekalipun itu terbtas. Namun saja manusia tak akan berhenti hingga mereka teralah menduduk puncak kepuasan.
Jadi mitos boleh saja ipakai dalam masyarakat pada waktu out karena:
• keterbatasn pengetahuan akibat keterabtasan kemampuan indera maupun alat bantunya
• keterbtasan penalranmanusia pada masa itu
• hasrat iongin tahu sudah terpenuhi
Menurut auguste comte (1798-1857), dalam sejarah perkembangan peradaban manusia, baik sebgai individu maupun keseluruhan, berlangsung dalam tiga tahap:
1. tahap teologi/fiktif, dalam tahap ini manusia berusaha untukmencari dan menemukan sebab yang pertama dantujuanakhir dari segala sesuatu. Tentu saja semua itu dihubungkan kepada kekuatan ghaib diluar kemampuan mereka sendiri. Mereka meyakini adanya kekuatan yang maha hebat yang menguasai semua fenomena alam entah itu deewa atau kekuatanghaib lainya.
2. tahap filsafat/fisik/abatrak, tahap ini hampir sama dengan tahap sebelmnya. Hanya saja mereka mendasaarkan semua itu pada kamampuan akalnya sendir,akal yang mampu untuk melakukan abstareaksi antuk menemukan hakikat sesuau .
3. tahap positif/ilmiah riil, merupakan tahap di mana manusia mapu untuk melakukan aktivitas ber[ikir secara positif atau riil. Kemampuan ini didaopatkan melalui uasaha pengamatan, percobaan, dan juga perbandingan.
Jika kita hubungkandengan mitos yang dilakukanmanusia, hal itu diperoleh karena keterbatasa pengalaman dan pemikiran, sehingga apa saja yang tidakdapat mereka temukanjawabanya, itu adalah hal yang diluar uasa mereka. Yaitu apa saja yang dikuasai oleh kekuatan ghaib di lura daya mereka. Mitos sagat berpengaruh pada waktu itu, bahkan sampai sekarang pun masih saja ada suatu komunitsa yang belum leps dari jeratan mitos.sebgaiaman yang kita etamukandalammasyrakat sekitar kita dengan menanggapi realitas dengan melalkukan penyembahan, se;amatan, tari-tarian, danlagu-laguan.
Manusia seara tereus menreus mengembangkanm pengertahuanya tidak hanya menyangkut kebutuhanhidup. Mereka mencoba untuk merumuskan mana yang baik dan man yang buruk, iandah dan jelek.
Berpikir adalah kemampuan penalaran mansuai dengan proses yang benar. Penalaran mreupakan usaha logis dananalaisis untuk menmukan jawaban atas berbgai pertanyaaan. Kemampuan ini tidak didapat melalui perasaan. Naun tentu ada pengetahua yang bersumber dari bukan penalaran, yaitu:
1. pengambilankepitusanberdasarkanperasaaan
2. intuisi,kegiatanberpikir yang tidakanalisi. Intuisi adalah pengetahuan yang timbul dari pengetahuan-p[engetahuanterdahulu, intusii bisa saja timbul menyelesaikan permasalahan tanpa proses berpikir ang sistematis.
3. wahyu, merupakan sumber pengetahuan yang paling tnggi.
4. trial and error, mencoba danmenmukan kegagalan, mencoba lagi dangagal lagi hingga menmukan cara yang benar-benra tepat.
Puncak hasil pemikiranmanusia tesebut didapat pada zaman babylonia (700-600 SM). Pendapat ereka adalah bahwa bumia itu merupakan ruangan atau selungkup. Bumi itu lantai dan langit adalahatapnya. Horoskop, merupakan hsil dari peradaban ioni. Yaitu ramalannasibmanusia berdasarkanperbintangan.
Sejalan dengan kemajuan zaman, dengan dietamukanya berbagaialat bantu uantuk mengungkap fenomena alamitu, maka menusia sedikit demi sedikit beranjak untuk mendayagunakan akal mereka.
Ada bebebrapa tokoh yang ata sumbangsih terbesar bagi alam ini adalah:
1. anaximander 610-546 SM)
2. anaximenes (560-520 SM)
3. phytagoras (500 SM)
4. emedokles (480-430 SM)
5. plato (427-347 SM)
6. aristoteles (348-322 SM)


Sumber : http://bocahfathulhuda05.wordpress.com/2009/01/18/perkembangan-pola-pikir-manusia/

Minggu, 07 November 2010

perbedaan manusia dengan kera

Manusia dengan kera

Apakah manusia sama dengan kera?
-mungkin sebagian orang di dunia masih ada yang menganggap bahwa manusia adalah keturunan dari kera,mungkin juga dikarnakan mereka melihat dari segi fisik ataupun membaca teori dari “Darwin”yang teorinya menyatakan bahwa evolusi manusia berasal dari kera, tapi ada juga sebagian orang yang tidak mau menganggap manusia atau dirinya sendiri adalah evolusi dari kera atau keturunan dari kera, mereka beranggapan bahwa teori “Darwin” itu sangatlah salah, karna dari segi berfikir dan sikap sangatlah jauh berbeda, kita manusia mempunyai logika, sedangkan kera tidak, contoh simpelnya adalah kita berpakaian dan kera tidak, kera kehidupannya liar dan tidak mau di atur, sedangkan manusia mempunyai tujuan hidup yang jelas,dan mau di atur oleh orang lain ataupun dirinya sendiri, kalau menurut logika saya, saya setuju kepada orang yang beranggapan bahwa manusia bukanlah keturunan dari kera, dan kera bukanlah evolusi dari manusia, tetapi kita adalah keturunan manusia juga.





Apakah pikiran dan logika kita sama dengan kera?

-mungkin semua orang sudah tahu bahwa , jalan berfikir manusia berbeda dengan kera, kera tidak mempunya pemikiran dan logika yang jauh, melainkan kita sebagai manusia mempunyai pemikiran yang panjang juga matang serta dibekali oleh logika untuk berfikir secara logis untuk menjalani kehidupan kita masing masing, kera tidak mempunyai kecerdasan yang tinggi layaknya manusia, kita mempunyai akal untuk berfikir tapi kera tidak, kera hanya berfikir sebatas yang ingin ia lakukan saja. Jauh denga halnya kita, contoh bila ada masalah yang sulit di pecahkan kita sebagai manusia hendaknya mencari solusi agar masalah rumit yang dihadapi bisa di selesaikan diatasi dengan sebaik mungkin yang kita bisa, sedangkan kera tidak bisa melakukan hal apapun seperti layaknya manusia, dan itulah mengapa pikiran dan logika kita berbeda dengan kera.




samakah cara bersosialisasi manusia dengan kera?

Kalau pendapat saya Yang pastinya tidak mungkin, karna kita sebagai manusia tahu cara bersosialisasi dengan kerabat atau orang orang terdekat di lingkungan kita secara baik dan benar ,sedangkan kera tidak , mereka hidup secara individu walaupun ada sebagian juga kera yang berkelompok tapi mereka tidak tahu caranya bersosialisasi dengan kelompoknya secara benar dan baik, manusia mempunyai peraasan ,sikap saling tolong menolong dan saling bergotong royong dengan orang orang lain dan mampu bermasyarakat dengan baik dan mematuhi segala aturan yang ada di lingkungan masing masing setiap manusia dan mematuhi tata tertib yang di buat oleh masyarakat dengan cara berkomunikasi dan bermusyawarah, sedangkan kera tidak, mereka tidak bisa melakukan musyawarah, mereka melakukan apa saja yang mereka ingin lakukan, kera tidak tahu caranya bergotog royong atau mereka tidak tahu apa itu tata tertib atau aturan, kera hanya memikirkan dirinya sendiri dan melakukan apa saja yang kera inginkan,mereka hanya tahu satu cara, bagaimana caranya bertahan untuk hidup di lingkungan mereka.



Apakah organ atau genetik manusia sama dengan kera?
Kalau menurut saya sendiri, mungkin genetik manusia berbeda dengan kera, karna , dulu pernah ada penelitian bahwa bila salah satu organ manusia yang rusak mungkin disebabkan oleh serangan penyakit, bila dicoba digantikan oleh organ kera itu tidak menghasilkan kecocokan.

Menurut orang lain : Telah lama paduan suara kaum evolusionis menebarkan keyakinan tak mendasar bahwa hanya terdapat perbedaan genetik tipis antara manusia dan simpanse. Di dalam setiap tulisan evolusionis Anda dapat membaca kalimat semacam ini “kita 99% sama dengan simpanse” atau “hanya ada 1% DNA yang menjadikan kita manusia”. Meskipun belum ada perbandingan yang ilmiah yang dilakukan antara genom manusia dan simpanse, ideologi Darwinisme membawa mereka menganggap bahwa hanya ada sedikit perbedaan antara kedua spesies.




Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa propaganda kaum evolusionis dalam hal ini – seperti juga dalam hal lain – sangatlah tidak benar. Manusia dan simpanse tidak sama 99%. Kesamaan genetik ternyata menunjukkan kurang dari 95%. Dalam satu berita yang dilansir CNN.com, bertajuk “Manusia, simpanse, lebih berbeda dari yang dikira”, mereka menulis sebagai berikut:
Ada lebih banyak perbedaan antara simpanse dan manusia daripada yang dipercayai sebelumnya, berdasarkan sebuah penelitian genetik terbaru.
Ahli biologi telah lama mempercayai bahwa 98.5% gen-gen simpanse dan manusia adalah sama. Tetapi Roy Britten, ilmuwan pada California Institute of Technology, menyatakan dalam tulisan yang diterbitkan minggu lalu bahwa cara baru membandingkan gen-gen tersebut menunjukkan bahwa kesamaan manusia dan simpanse hanya sekitar 95%.
Britten mendasarkan ini pada program komputer yang membandingkan 780.000 dari 3 miliar pasangan basa dalam DNA manusia dengan milik simpanse. Ia menemukan lebih banyak ketidaksamaan dari apa yang disimpulkan peneliti sebelumnya, dan menyimpulkan bahwa paling tidak 3.9% dari DNA tadi berbeda.
Hal ini membawa ia pada kesimpulan bahwa ada perbedaan genetik yang mendasar antara kedua spesies sekitar 5 persen.
New Scientist, majalah ilmiah terkemuka dan pendukung kuat dari Darwinisme, melaporkan hal berikut ini tentang hal tersebut di dalam sebuah artikel berjudul “Perbedaan DNA Manusia-Simpanse Terguncang”:
Kita lebih unik dari yang dikira sebelumnya, berdasarkan perbandingan baru antara DNA manusia dan simpanse. Telah lama dipercaya bahwa kita mempunyai 98.5% persamaan genetik dengan saudara terdekat kita. Hal itu sepertinya salah. Faktanya, kita memiliki kurang dari 95% persamaan dalam materi genetik, peningkatan variasi sebesar tiga kali lipat antara kita dan simpanse.
Boy Britten dan evolusionis yang lain tetap mengkaji hasil tersebut dalam kerangka teori evolusi, meskipun sebenarnya tidak ada alasan untuk hal tersebut. Teori evolusi tidak didukung oleh catatan fosil maupun data genetik dan biokimia. Sebaliknya, bukti-bukti menunjukkan bahwa bentuk-bentuk kehidupan yang berbeda-beda muncul di muka bumi dengan tiba-tiba tanpa ada nenek moyang antara dan bahwa kekompleksan sistem mereka membuktikan adanya ‘desain cerdas’.
Sama Desain, bukan Sama Nenek Moyang
Tetapi apakah persamaan genetik antara manusia dan simpanse – bahkan sebesar 95% – mempunyai arti? Untuk menjawabnya, kita harus melihat gambaran secara menyeluruh.
Ketika kita melihat perbandingan genetik secara umum, kita menemukan persamaan yang mengejutkan yang tidak sesuai dengan yang dianggap sebagai hubungan evolusi antar spesies. Contohnya, analisa genetik menunjukkan persamaan sebesar 75% antara DNA sejenis cacing dengan manusia. Berdasarkan pohon kekerabatan yang dibuat oleh evolusionis, phylum Chordata, yang didalamnya termasuk manusia, dan phylum Nematoda (cacing) tidak bertemu bahkan sejak 530 juta tahun yang lalu. Karena itu, persamaan 70% – sebuah angka yang sangat tinggi untuk manusia dan cacing, yang mempunyai bentuk yang sangat berbeda – tidak menunjukkan hubungan evolusi sama sekali.
Di lain pihak, analisa pada beberapa protein menunjukkan kekerabatan manusia dengan makhluk yang lain lagi. Dalam sebuah penelitian oleh para peneliti di Cambridge University, beberapa protein dari vertebrata darat dibandingkan. Anehnya, dalam hampir semua contoh, manusia dan ayam dikelompokkan sebagai kerabat dekat. Kerabat terdekat berikutnya adalah buaya.
Hasil ini, bersamaan dengan yang lain, menunjukkan bahwa persamaan genetik antara manusia dan hewan, dan antara hewan sendiri, tidak cocok dalam semua pola evolusi. Dengan kata lain, alasan dari persamaan itu tidak bisa ‘persamaan nenek moyang’ sebagaimana yang dipercaya teori evolusi.
Lalu apa alasannya? Ketika kita mengkaji ulang hal ini, kita akan melihat bahwa persamaan tersebut berakar dari kenyataan bahwa semua bentuk kehidupan mempunyai fungsi yang mirip dan tentunya kebutuhan yang mirip pula. Sebagaimana telah kami terangkan dalam artikel kami sebelumnya, “”, tentu amat beralasan bagi tubuh manusia untuk mempunyai beberapa kemiripan molekuler dengan makhluk yang lain karena mereka semua terbentuk dari molekul yang sama, mereka menggunakan air yang sama dan juga udara, dan mereka mengkonsumsi makanan yang mengandung molekul yang sama. Pastilah metabolisme dan akhirnya susunan genetik mereka akan mirip satu sama lain. Meskipun demikian, ini tidak menjadi bukti bahwa mereka berevolusi dari nenek moyang yang sama.
Lalu, dalam hal itu, apa penjelasan ilmiah yang dapat diberikan untuk kesamaan struktur dan genetik antar makhluk hidup? Jawaban pertanyaan itu telah diberikan sebelum teori evolusi Darwin mendominasi dunia ilmu pengetahuan. Ilmuwan semacam Carl Linnaeus dan Richard Owen, yang pertama kali mengangkat tema kesamaan dalam makhluk hidup, melihat bahwa hal itu merupakan contoh dari “kesamaan desain”. Dengan kata lain, organ yang mirip atau gen yang mirip menyerupai satu sama lain bukan karena mereka berevolusi secara kebetulan dari satu nenek moyang, melainkan karena mereka telah didesain secara sengaja untuk melakukan satu fungsi tertentu.
Penemuan ilmiah moderen menunjukkan bahwa klaim kesamaan dalam makhluk hidup adalah karena penurunan dari satu ‘nenek moyang’ tidaklah benar. Satu-satunya penjelasan yang rasional untuk kesamaan tersebut adalah “kesamaan desain” atau Penciptaan.

Sumber : http://laspati07.wordpress.com/artikel/manusia-dan-kera-tidak-sama/







pendapat yang lain tentang genom manusia dengan kera :

Nilai 95-96 persen didapat jika kita membandingkan keseluruhan genom (DNA sequence). Sedang jika kita bandingkan untuk gen yang menyandi protein, perbedaan menyusut hingga tinggal sekitar 1-2 persen. Ini karena sebagian besar perbedaan antara manusia dan simpanse terletak pada daerah yang tak menyandi protein.

Jika metode perbandingan yang digunakan sama, hasilnya akan konsisten bahwa manusia lebih dekat dengan simpanse ketimbang spesies lain. Metode yang menghasilkan angka 4 persen untuk perbedaan genom manusia dan simpanse, akan menghasilkan nilai perbedaan 10 kali lipat untuk perbedaan antara tikus dengan tikus besar.

Karena kedekatan itulah, ilmuwan terus menyelidiki genomnya. Ini karena genome simpanse (selain genom manusia sendiri) adalah salah satu kunci terpenting untuk mengetahui biologi manusia dan evolusi. Perbandingan genom manusia dan simpanse dilakukan untuk menemukan apa yang membedakan manusia dan simpanse, dan apa yang menyebabkan kemampuan istimewa manusia seperti kemampuan berbicara.

Jika kita membandingkan genom hanya bagian yang menyandi protein dan genom keseluruhan, tentu saja kita akan mendapatkan nilai yang berbeda. Dan dari sekian panjang genom kita, hanya sebagian kecil yang berfungsi untuk menyandi protein. Sisanya, terkadang bisa dibuang atau digantikan tanpa mempengaruhi fungsinya. Ikan fugu misalnya, memiliki panjang genom sepertiga kerabatnya. Ini sama sekali tidak menunjukkan suatu 'rancangan cerdas'

Sumber : http://membantah-harunyahya.blogspot.com/2010/05/6-kesamaan-genom-manusia-dan-kera.html



Menurut ahli :
Sejarah Singkat Teori Evolusi
Akar pemikiran evolusionis muncul sezaman dengan keyakinan dogmatis yang berusaha keras mengingkari penciptaan. Mayoritas filsuf penganut pagan di zaman Yunani kuno mempertahankan gagasan evolusi. Jika kita mengamati sejarah filsafat, kita akan melihat bahwa gagasan evolusi telah menopang banyak filsafat pagan.
Akan tetapi bukan filsafat pagan kuno ini yang telah berperan penting dalam kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan modern, melainkan keimanan kepada Tuhan. Pada umumnya mereka yang memelopori ilmu pengetahuan modern mempercayai keberadaan-Nya. Seraya mempelajari ilmu pengetahuan, mereka berusaha menyingkap rahasia jagat raya yang telah diciptakan Tuhan dan mengungkap hukum-hukum dan detail-detail dalam ciptaan-Nya. Ahli Astronomi seperti Leonardo da Vinci, Copernicus, Keppler dan Galileo; bapak paleontologi, Cuvier; perintis botani dan zoologi, Linnaeus; dan Isaac Newton, yang dijuluki sebagai "ilmuwan terbesar yang pernah ada", semua mempelajari ilmu pengetahuan dengan tidak hanya meyakini keberadaan Tuhan, tetapi juga bahwa keseluruhan alam semesta adalah hasil ciptaan-Nya 1 Albert Einstein, yang dianggap sebagai orang paling jenius di zaman kita, adalah seorang ilmuwan yang mempercayai Tuhan dan menyatakan, "Saya tidak bisa membayangkan ada ilmuwan sejati tanpa keimanan mendalam seperti itu. Ibaratnya: ilmu pengetahuan tanpa agama akan pincang." 2
Salah seorang pendiri fisika modern, dokter asal Jerman, Max Planck mengatakan bahwa setiap orang, yang mempelajari ilmu pengetahuan dengan sungguh-sungguh, akan membaca pada gerbang istana ilmu pengetahuan sebuah kata: "Berimanlah". Keimanan adalah atribut penting seorang ilmuwan.3
Teori evolusi merupakan buah filsafat materialistis yang muncul bersamaan dengan kebangkitan filsafat-filsafat materialistis kuno dan kemudian menyebar luas di abad ke-19. Seperti telah disebutkan sebelumnya, paham materialisme berusaha menjelaskan alam semata melalui faktor-faktor materi. Karena menolak penciptaan, pandangan ini menyatakan bahwa segala sesuatu, hidup ataupun tak hidup, muncul tidak melalui penciptaan tetapi dari sebuah peristiwa kebetulan yang kemudian mencapai kondisi teratur. Akan tetapi, akal manusia sedemikian terstruktur sehingga mampu memahami keberadaan sebuah kehendak yang mengatur di mana pun ia menemukan keteraturan. Filsafat materialistis, yang bertentangan dengan karakteristik paling mendasar akal manusia ini, memunculkan "teori evolusi" di pertengahan abad ke-19.
Khayalan Darwin
Orang yang mengemukakan teori evolusi sebagaimana yang dipertahankan dewasa ini, adalah seorang naturalis amatir dari Inggris, Charles Robert Darwin.
Darwin tidak pernah mengenyam pendidikan formal di bidang biologi. Ia hanya memiliki ketertarikan amatir pada alam dan makhluk hidup. Minat tersebut mendorongnya bergabung secara sukarela dalam ekspedisi pelayaran dengan sebuah kapal bernama H.M.S. Beagle, yang berangkat dari Inggris tahun 1832 dan mengarungi berbagai belahan dunia selama lima tahun. Darwin muda sangat takjub melihat beragam spesies makhluk hidup, terutama jenis-jenis burung finch tertentu di kepulauan Galapagos. Ia mengira bahwa variasi pada paruh burung-burung tersebut disebabkan oleh adaptasi mereka terhadap habitat. Dengan pemikiran ini, ia menduga bahwa asal usul kehidupan dan spesies berdasar pada konsep "adaptasi terhadap lingkungan". Menurut Darwin, aneka spesies makhluk hidup tidak diciptakan secara terpisah oleh Tuhan, tetapi berasal dari nenek mo-yang yang sama dan menjadi berbeda satu sama lain akibat kondisi alam.
Hipotesis Darwin tidak berdasarkan penemuan atau penelitian ilmiah apa pun; tetapi kemudian ia menjadikannya sebuah teori monumental berkat dukungan dan dorongan para ahli biologi materialis terkenal pada masanya. Gagasannya menyatakan bahwa individu-individu yang beradaptasi pada habitat mereka dengan cara terbaik, akan menurunkan sifat-sifat mereka kepada generasi berikutnya. Sifat-sifat yang menguntungkan ini lama-kelamaan terakumulasi dan mengubah suatu individu menjadi spesies yang sama sekali berbeda dengan nenek moyangnya. (Asal usul "sifat-sifat yang menguntungkan" ini belum diketahui pada waktu itu.) Menurut Darwin, manusia adalah hasil paling maju dari mekanisme ini.
Darwin menamakan proses ini "evolusi melalui seleksi alam". Ia mengira telah menemukan "asal usul spesies": suatu spesies berasal dari spesies lain. Ia mempublikasikan pandangannya ini dalam bukunya yang berjudul The Origin of Species, By Means of Natural Selection pada tahun 1859.
Darwin sadar bahwa teorinya menghadapi banyak masalah. Ia mengakui ini dalam bukunya pada bab "Difficulties of the Theory". Kesulitan-kesulitan ini terutama pada catatan fosil dan organ-organ rumit makhluk hidup (misalnya mata) yang tidak mungkin dijelaskan dengan konsep kebetulan, dan naluri makhluk hidup. Darwin berharap kesulitan-kesulitan ini akan teratasi oleh penemuan-penemuan baru; tetapi bagaimanapun ia tetap mengajukan sejumlah penjelasan yang sangat tidak memadai untuk sebagian kesulitan tersebut. Seorang ahli fisika Amerika, Lipson, mengomentari "kesulitan-kesulitan" Darwin tersebut:
Ketika membaca The Origin of Species, saya mendapati bahwa Darwin sendiri tidak seyakin yang sering dikatakan orang tentangnya; bab "Difficulties of the Theory" misalnya, menunjukkan keragu-raguannya yang cukup besar. Sebagai seorang fisikawan, saya secara khusus merasa terganggu oleh komentarnya mengenai bagaimana mata terbentuk.4
Saat menyusun teorinya, Darwin terkesan oleh para ahli biologi evolusionis sebelumnya, terutama seorang ahli biologi Perancis, Lamarck.5 Menurut Lamarck, makhluk hidup mewariskan ciri-ciri yang mereka dapatkan selama hidupnya dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga terjadilah evolusi. Sebagai contoh, jerapah berevolusi dari binatang yang menyerupai antelop. Perubahan itu terjadi dengan memanjangkan leher mereka sedikit demi sedikit dari generasi ke generasi ketika berusaha menjangkau dahan yang lebih tinggi untuk memperoleh makanan. Darwin menggunakan hipotesis Lamarck tentang "pewarisan sifat-sifat yang diperoleh" sebagai faktor yang menyebabkan makhluk hidup berevolusi.
FOKUS: Rasisme Darwin
Salah satu aspek diri Darwin yang terpenting namun tidak banyak diketahui adalah pandangan rasisnya: Darwin menganggap orang-orang kulit putih Eropa lebih "maju" dibandingkan ras-ras manusia lainnya. Selain beranggapan bahwa manusia adalah makhluk mirip kera yang telah berevolusi, Darwin juga ber-pendapat bahwa beberapa ras manusia berkembang lebih maju dibandingkan ras-ras lain, dan ras-ras terbelakang ini masih memiliki sifat kera. Dalam bukunya The Descent of Man yang diterbitkannya setelah The Origin of Species, dengan berani ia berkomentar tentang "perbedaan-perbedaan besar antara manusia dari beragam ras".1 Dalam bukunya tersebut, Darwin berpendapat bahwa orang-orang kulit hitam dan orang Aborigin Australia sama dengan gorila, dan berkesimpulan bahwa mereka lambat laun akan "disingkirkan" oleh "ras-ras beradab". Ia berkata:
Di masa mendatang, tidak sampai berabad-abad lagi, ras-ras manusia beradab hampir dipastikan akan memusnahkan dan menggantikan ras-ras biadab di seluruh dunia. Pada saat yang sama, kera-kera antropomorfus (menyerupai manusia)... tak diragukan lagi akan musnah. Selanjutnya jarak antara manusia dengan padanan terdekatnya akan lebih lebar, karena jarak ini akan memisahkan manusia dalam keadaan yang lebih beradab - kita dapat berharap bahkan lebih dari Kaukasian - dengan jenis-jenis kera serendah babun, tidak seperti sekarang yang hanya memisahkan negro atau penduduk asli Australia dengan gorila.2
Pendapat-pendapat Darwin yang tidak masuk akal ini tidak hanya dijadikan teori, tetapi juga diposisikan sebagai "dasar ilmiah" paling penting bagi rasisme. Dengan asumsi bahwa makhluk hidup berevolusi ketika berjuang mempertahankan hidup, Darwinisme bahkan dimasukkan ke dalam ilmu-ilmu sosial, dan dijadikan sebuah konsep yang kemudian dinamakan "Darwinisme Sosial".
Darwinisme Sosial berpendapat bahwa ras-ras manusia berada pada tingkatan berbeda-beda pada "tangga evolusi", dan ras-ras Eropa adalah yang paling "maju" di antara semua ras, sedangkan ras-ras lain masih memiliki ciri-ciri "kera".


1 Benjamin Farrington, What Darwin Really Said, London, Sphere Books, 1971, S. 54 ff.
2 Charles Darwin, The Descent of Man, 2. Aufl., New York, A.L. Burt Co., 1874, S. 178
Namun Darwin dan Lamarck telah keliru, sebab pada masa mereka, kehidupan hanya dapat dipelajari dengan teknologi yang sangat primitif dan pada tahap yang sangat tidak memadai. Bidang-bidang ilmu pengetahuan seperti genetika dan biokimia belum ada sekalipun hanya nama. Karenanya, teori mereka harus bergantung sepenuhnya pada kekuatan imajinasi.
Di saat gema buku Darwin tengah berkumandang, seorang ahli botani Austria bernama Gregor Mendel menemukan hukum penurunan sifat pada tahun 1865. Meskipun tidak banyak dikenal orang hingga akhir abad ke-19, penemuan Mendel mendapat perhatian besar di awal tahun 1900-an. Inilah awal kelahiran ilmu genetika. Beberapa waktu kemudian, struktur gen dan kromosom ditemukan. Pada tahun 1950-an, penemuan struktur molekul DNA yang berisi informasi genetis menghempaskan teori evolusi ke dalam krisis. Alasannya adalah kerumitan luar biasa dari kehidupan dan ketidakabsahan mekanisme evolusi yang diajukan Darwin.
Perkembangan ini seharusnya membuat teori Darwin terbuang dalam keranjang sampah sejarah. Namun ini tidak terjadi, karena ada kelompok-kelompok tertentu yang bersikeras merevisi, memperbarui dan mengangkat kembali teori ini pada kedudukan ilmiah. Kita dapat memahami maksud upaya-upaya tersebut hanya jika menyadari bahwa di belakang teori ini terdapat tujuan ideologis, bukan sekadar kepentingan ilmiah.
Usaha Putus Asa Neo-Darwinisme
Teori Darwin jatuh terpuruk dalam krisis karena hukum-hukum genetika yang ditemukan pada perempat pertama abad ke-20. Meskipun demikian, sekelompok ilmuwan yang bertekad bulat tetap setia kepada Darwin berusaha mencari jalan keluar. Mereka berkumpul dalam sebuah pertemuan yang diadakan oleh Geological Society of America pada tahun 1941. Ahli genetika seperti G. Ledyard Stebbins dan Theodosius Dobzhansky, ahli zoologi seperti Ernst Mayr dan Julian Huxley, ahli paleontologi seperti George Gaylord Simpson dan Glenn L. Jepsen, dan ahli genetika matematis seperti Ronald Fisher dan Sewall Right, setelah pembicaraan panjang akhirnya menyetujui cara-cara untuk "menambal sulam" Darwinisme.
Kader-kader ini berfokus kepada pertanyaan tentang asal usul variasi menguntungkan yang diasumsikan menjadi penyebab makhluk hidup berevolusi -sebuah masalah yang tidak mampu dijelaskan oleh Darwin sendiri dan dielakkan dengan bergantung pada teori Lamarck. Gagasan mereka kali ini adalah "mutasi acak" (random mutations). Mereka menamakan teori baru ini "Teori Evolusi Sintetis Modern" (The Modern Synthetic Evolution Theory), yang dirumuskan dengan menambahkan konsep mutasi pada teori seleksi alam Darwin. Dalam waktu singkat, teori ini dikenal sebagai "neo-Darwinisme" dan mereka yang mengemukakannya disebut "neo-Darwinis".
Beberapa dekade berikutnya menjadi era perjuangan berat untuk membuktikan kebenaran neo-Darwinisme. Telah diketahui bahwa mutasi - atau "kecelakaan" - yang terjadi pada gen-gen makhluk hidup selalu membahayakan. Neo-Darwinis berupaya memberikan contoh "mutasi yang menguntungkan" dengan melakukan ribuan eksperimen mutasi. Akan tetapi semua upaya mereka berakhir dengan kegagalan total.
Mereka juga berupaya membuktikan bahwa makhluk hidup pertama muncul secara kebetulan di bawah kondisi-kondisi bumi primitif, seperti yang diasumsikan teori tersebut. Akan tetapi eksperimen-eksperimen ini pun menemui kegagalan. Setiap eksperimen yang bertujuan membuktikan bahwa kehidupan dapat dimunculkan secara kebetulan telah gagal. Perhitungan probabilitas membuktikan bahwa tidak ada satu pun protein, yang merupakan molekul penyusun kehidupan, dapat muncul secara kebetulan. Begitu pula sel, yang menurut anggapan evolusionis muncul secara kebetulan pada kondisi bumi primitif dan tidak terkendali, tidak dapat disintesis oleh laboratorium-laboratorium abad ke-20 yang tercanggih sekalipun.
Teori neo-Darwinis telah ditumbangkan pula oleh catatan fosil. Tidak pernah ditemukan di belahan dunia mana pun "bentuk-bentuk transisi" yang diasumsikan teori neo-Darwinis sebagai bukti evolusi bertahap pada makhluk hidup dari spesies primitif ke spesies lebih maju. Begitu pula perbandingan anatomi menunjukkan bahwa spesies yang diduga telah berevolusi dari spesies lain ternyata memiliki ciri-ciri anatomi yang sangat berbeda, sehingga mereka tidak mungkin menjadi nenek moyang dan keturunannya.
Neo-Darwinisme memang tidak pernah menjadi teori ilmiah, tapi merupakan sebuah dogma ideologis kalau tidak bisa disebut sebagai semacam "agama". Oleh karena itu, pendukung teori evolusi masih saja mempertahankannya meskipun bukti-bukti berbicara lain. Tetapi ada satu hal yang mereka sendiri tidak sependapat, yaitu model evolusi mana yang "benar" dari sekian banyak model yang diajukan. Salah satu hal terpenting dari model-model tersebut adalah sebuah skenario fantastis yang disebut "punctuated equilibrium".
Coba-Coba: Punctuated Equilibrium
Sebagian besar ilmuwan yang mempercayai evolusi menerima teori neo-Darwinis bahwa evolusi terjadi secara perlahan dan bertahap. Pada beberapa dekade terakhir ini, telah dikemukakan sebuah model lain yang dinamakan "punctuated equilibrium". Model ini menolak gagasan Darwin tentang evolusi yang terjadi secara kumulatif dan sedikit demi sedikit. Sebaliknya, model ini menyatakan evolusi terjadi dalam "loncatan" besar yang diskontinu.
Pembela fanatik pendapat ini pertama kali muncul pada awal tahun 1970-an. Awalnya, dua orang ahli paleontologi Amerika, Niles Eldredge dan Stephen Jay Gould, sangat sadar bahwa pernyataan neo-Darwinis telah diruntuhkan secara absolut oleh catatan fosil. Fosil-fosil telah membuktikan bahwa makhluk hidup tidak berasal dari evolusi bertahap, tetapi muncul tiba-tiba dan sudah terbentuk sepenuhnya. Hingga sekarang neo-Darwinis senantiasa berharap bahwa bentuk peralihan yang hilang suatu hari akan ditemukan. Eldredge dan Gould menyadari bahwa harapan ini tidak berdasar, namun di sisi lain mereka tetap tidak mampu meninggalkan dogma evolusi. Karena itulah akhirnya mereka mengemukakan sebuah model baru yang disebut punctuated equilibrium tadi. Inilah model yang menyatakan bahwa evolusi tidak terjadi sebagai hasil dari variasi minor, namun dalam per-ubahan besar dan tiba-tiba.
Model ini hanya sebuah khayalan. Sebagai contoh, O.H. Shindewolf, seorang ahli paleontologi dari Eropa yang merintis jalan bagi Eldredge dan Gould, menyatakan bahwa burung pertama muncul dari sebutir telur reptil, sebagai "mutasi besar-besaran" (gross mutation), yakni akibat "kecelakaan" besar yang terjadi pada struktur gen.6 Menurut teori tersebut, seekor binatang darat dapat menjadi paus raksasa setelah mengalami perubahan menyeluruh secara tiba-tiba. Pernyataan yang sama sekali bertentangan dengan hukum-hukum genetika, biofisika dan biokimia ini, sama ilmiahnya dengan dongeng katak yang menjadi pangeran! Dalam ketidakberdayaan karena pandangan neo-Darwinis terpuruk dalam krisis, sejumlah ahli paleontologi pro-evolusi mempercayai teori ini, teori baru yang bahkan lebih ganjil daripada neo-Darwinisme itu sendiri.
Satu-satunya tujuan model ini adalah memberikan penjelasan untuk mengisi celah dalam catatan fosil yang tidak dapat dijelaskan model neo-Darwinis. Namun, usaha menjelaskan kekosongan fosil dalam evolusi burung dengan pernyataan bahwa "seekor burung muncul tiba-tiba dari sebutir telur reptil" sama sekali tidak rasional. Sebagaimana diakui oleh evolusionis sendiri, evolusi dari satu spesies ke spesies lain membutuhkan perubahan besar informasi genetis yang menguntungkan. Akan tetapi, tidak ada mutasi yang memperbaiki informasi genetis atau menambahkan informasi baru padanya. Mutasi hanya merusak informasi genetis. Dengan demikian, "mutasi besar-besaran" yang digambarkan oleh model punctuated equilibrium hanya akan menyebabkan pengurangan atau perusakan "besar-besaran" pada informasi genetis.
Lebih jauh lagi, model punctuated equilibrium runtuh sejak pertama kali muncul karena ketidakmampuannya menjawab pertanyaan tentang asal usul kehidupan; pertanyaan serupa yang menggugurkan model neo-Darwinis sejak awal. Karena tidak satu protein pun yang muncul secara kebetulan, perdebatan mengenai apakah organisme yang terdiri dari milyaran protein mengalami proses evolusi secara "tiba-tiba" atau "bertahap" tidak masuk akal

Sumber : http://www.evolutiondeceit.com/indonesian/keruntuhan2.php